Friday, February 19, 2016

Manusia dan Hewan bagian 1

Sumber (https://s-media-cache-ak0.pinimg.com)

Manusia merupakan makhluk yang berjalan tegak dengan dua kaki.

Menjadi manusia mengandung pengertian berjalan tegak, sehingga dalam banyak hal tangan dapat mengoper fungsi rahang. Tidak diperlukan lagi otot-otot besar untuk menggerakkan rahang-rahang dan sekaligus membungkus tengkorak, sehingga bagi tengkorak pun jalan terbuka untuk berkembang dan menyediakan ruang lebih besar pula bagi otak. Bola mata pun lebih menonjol, tidak terkubur lagi di dalam tengkorak, dan sepasang mata itu pun kini dapat dipusatkan, dapat [ber]kerja sama dengan tangan.




Tangan pun tidak dikhususkan lagi untuk memanjat dan memegang ranting-ranting, sehingga terbuka kemungkinan baru. Ahli filsafat Yunani, Anaxagoras, menafsirkan bentuk tangan manusia sebagai tanda keunggulan manusia terhadap hewan-hewan. Aristoteles mengumpamakan daya pikir manusia dengan tangan: seperti tangan merupakan alat (organon) yang paling sempurna, demikian pun jiwa merupakan wujud yang paling sempurna. Aristoteles pun pernah menulis sebuah riwayat evolusi dan ia berkata bahwa setiap hewan mempunyai sebuah anggota (organ) yang khas, seperti misalnya cakar atau tanduk, tetapi manusia memiliki sebuah organ yang serba guna, [yaitu] tangannya. Itulah sebabnya mengapa tangan melambangkan roh manusia. Lihatlah sang manusia, berdiri tegak, mata tertatap ke muka, tangan terentang, badan yang melambangkan roh manusia yang mulai terbuka.

Sumber (http://www.lisaferentz.com)

Westenhofer dan beberapa ahli lain menerangkan, bahwa dalam perkembangan evolusi, bila dilihat dari sudut morfologi, setiap hewan menyusui (mamalia) memiliki kemampuan untuk berdiri tegak dan mengembangkan kulit otak besar. Tetapi kemungkinan-kemungkinan itu tidak dipergunakan demi mengadakan spesialisasi lain, misalnya untuk mengembangkan sebuah alat untuk menyerang atau membela diri. Tetapi dengan demikian jumlah kemungkinan dipersempit dan kalau terjadi spesialisasi yang berlebih-lebihan, maka jenis ini akan punah. Dari sudut bentuk dan susunan psikis seekor singa atau rusa ditentukan oleh spesialisasinya. Beberapa jenis rusa bahkan ditakdirkan untuk musnah karena tanduknya terlalu besar; seperti aneka macam jenis binatang yang kini tiada lagi, mereka tewas, secara harafiah tertindih oleh beban spesialisasinya.

Sumber (http://www.prehistoric-wildlife.com)

Biarpun de facto (pada faktanya) garis hominisasi belum ada, namun sudah mulai nampak dengan samar-samar di dalam kemungkinan-kemungkinan yang tersisihkan. Bentuk manusia yang lebih primitif (dalam arti: tidak terspesialisasi), khususnya bentuk primitif Homo sapiens, memaparkan kemungkinan-kemungkina yang lebih luas. Proses cerebralisasi (pembentukan otak) langsung bertalian dengan sifat tersebut. Tiadanya spesialisasi merupakan sebuah modul yang umum dipakai dalam evolusi manusia. Modul ini sungguh luar biasa. Baru sesudah melihat makhluk ini (manusia) yang menggunakan bentuknya yang lebih primitif, kita menjadi sadar mengenai kemungkinan-kemungkinan dalam evolusi Mammalia yang tidak dipakai demi mengadakan spesialisasi. Bahwa makhluk hidup [yang] tidak mengadakan spesialisasi, dapat dianggap sebagai suatu unsur negatif. Tetapi unsur negatif ini berubah menjadi ciri positif, bila kita ingat akan banyak kemungkinan yang tidak tertindih karena spesialisasi ekstrem itu. Dan perubahan dalam penilaian itu baru terjadi, bila kita memerhatikan arah rohani suatu makhluk hidup. Sekali lagi kentaralah, bahwa modul itu dipandang dan disusun dari sudut manusia. Ini bukan suatu penyempitan antropomorf, melainkan suatu syarat metodis yang memungkinkan penelitian tentang evolusi.

Sumber (http://vignette2.wikia.nocookie.net/primeval)
-- Bersambung

Sumber:


Peursen, C.A. Van, "Filosofische Orientatie", diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Dick Hartoko, 1980, PT. Gramedia, Jakarta. Diambil dari Bagian: E. Manusia; Bab XIV: Evolusi dan Manusia halaman 203-204

No comments:

Post a Comment