Thursday, February 4, 2016

Mengenal Kehidupan Sosial Orang Dayak Bagian #1: Rumah Panjang

Sumber (http://4.bp.blogspot.com)


Prolog…!

Suku bangsa Dayak punya sikap hidup sosial yang unik. Sayang kalo generasi muda Dayak ga tahu menahu tentang budaya leluhurnya. So, tulisan ini ditujukan buat generasi muda Dayak dan netizen Indonesia secara luas.

Tujuannya ga lain ga bukan supaya generasi muda Dayak semakin paham cara hidup leluhurnya, menyerap sifat-sifat sejati budaya Dayak dan - yang paling penting - generasi muda Dayak mampu mengolah budaya leluhurnya yang – well, sangat kaya itu – dengan segala kreativitas orang muda untuk ngejawab tantangan kehidupan sosial masa kini.


Met baca guys…!!!

Aku mau kenalin kamu pada sikap hidup sosial, budaya, ekonomi dan politik suku bangsa Dayak yang asli yang sayang seribu sayang, sikap hidup ini – seperti yang dialami hampir semua suku bangsa di Indonesia –  semakin terdesak oleh globalisasi.

Aku ga bermaksud menyeret kamu ke dalam romantisme kultural – ngajak kamu hidup di masa lalu atau kembali ke masa lalu – tetapi pengen ngebuka mata kamu akan realita kalo sekarang sikap hidup sosial orang Dayak udah banyak berubah tanpa kamu sadari dan sedihnya, perubahan itu seringnya dipaksakan atau dengan lain kata, sikap hidup orang Dayak sengaja ditindas atau dihilangkan dari muka Bumi, para pelakunya, by the way, kebanyakan orang Dayak sendiri, bukan orang luar.

 Ayo kita bahas beberapa sikap hidup orang Dayak yang unik!

Rumah Panjang: Harmoni antara sikap Individual dan Kebersamaan

Komunitas masyarakat Dayak di Kalimantan, Indonesia, sebelum tahun 1950-an pada umumnya tinggal dalam Rumah Panjang ( Rumah Panjai, Batang, Betang, Radakng ). Rumah Panjang sebetulnya adalah hunian keluarga-keluarga yang sambung-menyambung menjadi satu. Ada dua bagian Rumah Panjang yaitu Bagian Tertutup dan Bagian Terbuka.

 Gambar 1


Rumah Betang Toyoi, Tumbang Malahui, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah

Bagian Tertutup adalah ruang milik sebuah keluarga, Bagian Terbuka yang disebut soa atau soah adalah ruang bersama dimana setiap orang bebas nongkrong, tiduran, dan ngobrol santai. Sebaliknya, di Bagian Tertutup, kalo kamu bukan anggota keluarga si empunya ruang, kamu ga lagi berlaku bebas tapi musti tunduk pada peraturan keluarga yang bersangkutan.

Kenapa begitu? Alasannya karena orang Dayak percaya pada paham harmoni antara nilai Individual dan nilai Sosial. Artinya, orang Dayak mengakui dan memberi ruang baik untuk nilai Individual sekaligus untuk nilai Kelompok!

FYI, Biasanya sih orang-orang jaman sekarang membenturkan kedua nilai ini. Ada yang cuma menjunjung tinggi nilai Individualitas seperti yang wujud dalam sistem Demokrasi Liberal dan ekonomi Kapitalistik, sebaliknya ada paham yang cuma menjunjung tinggi nilai Kelompok seperti yang terdapat dalam sistem Sosialisme dan ekonomi Komunis. Hebatnya, melalui filosofi Rumah Panjang, orang Dayak merangkul kedua-duanya!

 
Gambar 2
 Interior Rumah Panjang Sei Utik, Kalimantan Barat
Bagian Tertutup dan Bagian Terbuka

Kembali ke Rumah Panjang!

Selain untuk hunian, Rumah Panjang juga memainkan peran sebagai jantung kebudayaan orang Dayak. Di Rumah Panjang putra-putri Dayak melakukan home schooling, para tetua menuturkan sejarah asal-usul, adat-istiadat, nilai-nilai sosial budaya, juga berbagai macam ritual dan kesenian dipentaskan di situ.

Di Kalimantan, Indonesia, Rumah Panjang udah jadi objek langka, sementara di Sarawak, Malaysia, Rumah-Rumah Panjang tetap dipertahankan hingga hari ini!

Dua peneliti, David Jenkins dan Guy Sacerdoti yang pernah ngobrol dengan para penginjil di Kalimantan Barat menyebutkan, langkanya Rumah Panjang di Kalimantan adalah karena ada tuduhan kepada suku bangsa Dayak kalu hidup dan tinggal di Rumah Panjang itu sama aja dengan jadi pendukung paham Komunisme ( dimana pada tahun 1960-an terjadi “pembersihan” secara besar-besaran orang-orang yang dituduh sebagai komunis oleh rejim Orde Baru ). Tulisan mereka berdua kemudian dimuat dalam jurnal Far Eastern Economic Review tahun 1978.

Seiring runtuhnya Rumah Panjang, runtuh pula filosofi harmoni antara nilai Individual dan nilai Kebersamaan orang Dayak. Hasilnya, terjadilah pergeseran maha dahsyat dalam pola pikir dan perilaku orang Dayak ( misalnya, orang Dayak sekarang bersikap terlalu individualistik, konsumtif, dalam politik dan ekonomi muncul sikap saling menjatuhkan sesama orang Dayak ).


Gambar 3
Objek Wisata Rumah Betang di Anjungan Kalimantan Tengah
Taman Mini Indonesia, Jakarta



Kini di Kalimantan, Indonesia, Rumah Panjang cuma dibangun sebagai penghias objek wisata saja. Belum ada usaha dari generasi muda Dayak untuk melestarikan Rumah Panjang bahkan untuk melakukan inovasi supaya Rumah Panjang dapat tampil sesuai dengan cita rasa modern.

Nah, gimana menurut kamu, guys? Menarik bukan?? Sebagai generasi muda Dayak apa yang bisa kamu buat untuk memicu kobaran semangat filosofi Rumah Panjang menyala lagi di antara orang Dayak?? Aku tunggu komentarmu dan aksimu!

[bersambung….]

====
*) Isi tulisan ini sepenuhnya disadur dari buku “Kurban yang Berbau Harum – 65 Tahun Pdt. Dr. Fridolin Ukur” halaman 81 – 98 dengan bahasa yang udah dimodif dan diimprov untuk kaum muda. Boleh nyalin dan ngutip tulisan ini dengan syarat nyantumin kredit di bawah ini:

Sumber: Buku “Kurban yang Berbau Harum – 65 Tahun Pdt. Dr. Fridolin Ukur”, Disadur oleh Illuminatoz (darknezz.world@gmail.com)

No comments:

Post a Comment