Friday, July 15, 2011

Hubungan antara Ilmu Pengetahuan Modern (Modern Science) dan Agama (Theology) Bag. 4 (Habis)

Source (http://images.christianpost.com)

Ilmu pengetahuan dan pertanyaan mengenai Tuhan

Mungkinkan ilmu pengetahuan modern meninggalkan Tuhan?
  • Jika ilmu pengetahuan modern ingin bekerja dengan metode yang tanpa cacat cela, sangat penting agar ilmu pengetahuan modern meninggalkan Tuhan, karena Dia tidak bisa diverifikasi dan dianalisa secara empiris seperti objek-objek yang lain.
  • Tepat sekali, karena subjek dan objek, metode dan tujuan dari ilmu pengetahuan secara dekat saling jalin-menjalin, maka pembedaan harus dibuat antara fenomena yang dapat ditangkap oleh ilmu pengetahuan alam dan realitas itu sendiri. Tidak ada metode (atau proyek, pola, teori), bagaimanapun juga yang aman, memadai, pasti, yang dapat diposisikan sebagai yang absolut; faktanya, sudut pandang dan variabilitas dari metode matematik-ilmiah menekankan kesadaran konstan dari keterbatasan mereka, khususnya dalam penghormatan kepada realitas total yang lebih besar.

Pemisahan antara teologi dan ilmu pengetahuan alam telah membawa malapetaka. Kritik-diri pada bagian dari teologi dan institusi agama sungguh diperlukan. Dapatkah pertanyaan, teristimewa sekali, pertanyaan seperti realitas ultimat (tertinggi) dan realitas sebagai suatu keutuhan sama sekali harus dibuang?
  • Dalam terang keyakinan alkitabiah, pada prinsipnya tidaklah diperlukan bagi teologi Kristen dan Gereja untuk menentang dari awal mula sampai pada penemuan kebangkitan ilmu pengetahuan alam. Sangat memungkinkan dari tahap awal untuk membedakan antara cara pandang alkitabiah mengenai dunia dan pesan alkitabiah itu sendiri, sebaimana hasil yang diperoleh oleh ilmu pengetahuan alam dan para ilmuwan sendiri ajukan.
  • Jika ilmu pengetahuan alam ingin terbukti setia kepada metodenya, ilmu pengetahuan alam tidak seharusnya memperluas penilaiannya jauh melampaui horizon pengalaman: bukan karena sikap sombong, tidak tertarik yang skeptis terhadap pengetahuan atau bukan pula karena mengklaim diri mengetahui dengan lebih baik segala sesuatu. 
  • Kemungkinan yang mengatasi segalanya, yang utama secara absolut dan realitas tertinggi, yang mana kita sebut sebagai Tuhan dan yang mana – tidak diketahui dan tidak mungkin dianalisa – tidak dapat dimanipulasi, harus dibuang secara metodik dari perhatian ilmu pengetahuan alam. Meskipun begitu, dengan merujuk kepada realitas secara seutuhnya dan kepada manusia itu sendiri, pertanyaan mengenai yang tertinggi dan makna utama dan mengenai standar, nilai dan norma, dan demikian juga yang ultimat dan realitas utama, tidak dapat secara a priori (berdasarkan teori) ditolak. 
  • Pikiran terbuka terhadap realitas sebagai satu kesatuan pada prinsipnya sangat diperlukan sebagai bagian dari diri ilmuwan alam. Filsuf ilmu pengetahuan juga dan ahli epistemologi masa kini mengenali melampaui ilmu pengetahuan alam kepada wilayah yang lebih luas lagi, yaitu pertanyaan “meta-fisik” mengenai “pertanyaan mengenai masalah kehidupan” (Wittgenstein), mengenai “kosmologi” (Popper), mengenai “dunia” (Kuhn).

Apakah perkembangan kepada ateisme modern diperlukan? Bukankah teologi dan ilmu pengetahuan alam telah melampaui batasan mereka?
  • Menurut gagasan ilmuwan alam abad enambelas dan tujuhbelas, teologi Kristen dan Gereja seharusnya menjadi rekan dari ilmu pengetahuan yang baru ini; namun, karena kegagalan mereka untuk merealisasikannya dan kegagalan mereka untuk menerima filosofi baru dan perkembangan sosio-politik, mereka secara substansial menyumbang kepada lahirnya baik ilmu pengetahuan dan politik yang bersifat ateisme: yang pada abad delapanbelas dipicu oleh segelintir individu, pada abad sembilanbelas dipicu oleh sekelompok besar orang-orang terdidik, dan pada abad duapuluh bahkan diantara sekelompok besar masyarakat baik di Timur maupun di Barat.
  • Disini, bagaimanapun juga, pada prinsipnya tidak diperlukan bagi akal yang mandiri, bagi ilmu pengetahuan alam modern, untuk semakin mengembangkan kesimpulan mereka secara general agar tidak memberikan ruang untuk keyakinan kepada Tuhan dan mempraktekkan secara besar-besaran untuk menggantikan keyakinan kepada Tuhan menjadi keyakinan kepada ilmu pengetahuan. Tuhan menurut alkitab tidak identik dengan Tuhan menurut pandangan dunia kuno atau Tuhan menurut filsafat Yunani.

Jadi kesimpulannya adalah: Untuk apakah gerangan permohonan kita ini? Kita sedang memohon bersama-sama dengan Descartes dan para pengikutnya yang memutuskan agar kritis secara rasional, namun juga bersama Pascal dan para pengikutnya yang memutuskan untuk melawan segala bentuk rasionalisme ideologis. 

Oleh karena itu, gagasan mengenai kritis secara rasional harus diterima seluruhnya; tetapi ideologi mengenai rasionalisme kritis, membuat faktor rasional menjadi absolut dan mistis, harus ditolak. Ideologi dimengerti disini secara kritis sebagai sebuah sistem dari sekumpulan “gagasan”, konsep dan pendirian, dari sekelompok bentuk interpretatif, motif dan norma bertindak, yang mana – kebanyakan diatur oleh kepentingan-kepentingan tertentu – yang menghasilkan gambaran terdistorsi mengenai realitas dunia, menyamarkan pelecehan yang nyata dan menggantikan argumen rasional dengan daya tarik emosional. Ideologi rasionalistik ditandai dengan dogmatisme rasionalistik dan intoleran rasionalistik.
-----
Kung, Hans. “Does God Exist, An Answer for Today”. 1980. Doubleday and Company, Inc. Garden City, New York. Section III: Against rationalism for rationality. Page: 115 - 124

Diterjemahkan oleh: Illuminatoz

Perhatian:

(Hak cipta terjemahan menjadi hak milik Illuminatoz, setiap pemanfaatan terjemahan baik sebagian maupun seluruhnya wajib menyertakan nama “Illuminatoz” dan link URL ke blog illuminatoz, http://workofmydarknezz.blogspot.com demikian pula sumber rujukan kepada Buku Prof. Hans Kung wajib disertakan, Terima kasih sudah menghargai hak cipta)

No comments:

Post a Comment