Sunday, October 16, 2011

Tuhan Tanpa Nama dalam Agama Buddha Bagian 2

 Source (https://i.ytimg.com)

Diterjemahkan oleh: Illuminatoz

1. Nirwana

Apakah keliru bahwa Buddhisme seringkali digambarkan tidak hanya bersifat ateistik bahkan juga bersifat nihilistik? Namun, apakah pengertian “nirwana” itu? Nirwana berarti (berasal dari akar kata Sanskrit va = “padam”/“blow out”) menjadi “terhembus”, “terpadamkan”, kedalam sebuah ketenangan abadi, tanpa hasrat, tanpa penderitaan, tanpa kesadaran – sebagaimana lilin menyala yang padam atau seperti tetesan air yang menyatu di samudera. Siapa saja yang tidak mengatasi keinginannya akan hal-hal duniawi selama dia hidup saat ini akan menghukum dirinya kepada kelahiran kembali (transmigrasi) setelah mati. Sebaliknya, seseorang yang mengatasi keinginannya akan hal-hal duniawi dan mendapat pencerahan, sehingga mencapai penyusutan hasrat dan kondisi ketenangan mental, mungkin akan mengalami nirwana – walaupun belum sepenuhnya – pada masa hidupnya.
Seseorang yang meninggal dalam kondisi tercerahkan akan terbebas dari keperluan untuk lahir kembali dan akan memasuki nirwana yang sempurna. Pada titik ini, bagaimanapun juga, mulai nampak perbedaan antar filsafat dan sekolah buddhist yang kemudian.

Bagi filosofi dan sekolah buddhist yang lebih awal, Buddhisme dualistik aliran “Kendaraan yang lebih rendah” (Hinayana), yang secara radikal memisahkan Absolut-Transenden dari dunia, nirwana adalah lawan yang sama sekali bertentangan dengan “samsara”, yaitu kehidupan yang penuh penderitaan dalam dunia empiris. Nirwana dijelaskan dalam kebiasaan yang secara esensial negatif sebagai sesuatu yang tak terpahami, tak diketahui, sebagai kondisi yang tetap terbebas dari segala penderitaan.



Bagi filosofi dan sekolah buddhist yang kemudian, Buddhisme monistik aliran “Kendaraan yang lebih besar” (Mahayana) dan khususnya bagi aliran Zen, “nirwana” dan “samsara” adalah dua aspek berbeda belaka dari satu-satunya yang nyata dan Absolut tunggal, sebagai yang bertentangan dengan segala sesuatu yang individual dan sekular yang mana pada hakikatnya adalah tidak ada kecuali hanya sebagai apa yang nampak, palsu, dan ilusi belaka. Nirwana dimengerti dalam pengertian yang amat positif sebagai realitas tertinggi, tidak diketahui, telah dialami, tetapi masih tersembunyi, selama pengetahuan yang sempurna melalui pencerahan belum terbit.

Oleh karena itu, nirwana tidak sepenuhnya dipahami secara negatif dalam berbagai sekolah buddhist: yaitu hanya sebagai ketiadaan belaka. Adalah benar bahwa nirwana pada umumnya tidak memiliki fungsi kosmologis, bahkan bagi Buddhisme Mahayana sekalipun. Dunia ini bukanlah ciptaan Tuhan yang baik melainkan muncul sebagai hasil pengabaian manusia dari yang Absolut dalam nafsu yang besar untuk mengingini dan kebodohan. Meskipun begitu, pengikut Buddha diyakinkan “bahwa nirwana itu permanen, stabil, tak terhancurkan, diam, abadi, tanpa ajal, tanpa kelahiran, tanpa kemenjadian, kekuatan sesungguhnya, kebahagiaan sejati, tempat perlindungan yang aman, sebagai naungan, tempat yang aman tanpa penyerangan; nirwana-lah Kebenaran sejati dan Realitas yang tertinggi; itulah Kebaikan, tujuan tertinggi yang utama dan satu-satunya perwujudan hidup kita, yang kekal, tersembunyi dan damai yang tak terpahami. Dengan cara yang sama, sang Buddha, yang adalah, sebagaimana adanya, perwujudan personal dari nirwana, menjadi tujuan semua emosi yang biasa kita sebut religius.”

Dalam pengaruh Buddhisme Amitabha – sebagai Buddhisme Amida, bentuk Buddhisme yang paling luas di Jepang – nirwana bahkan digambarkan sebagai firdaus kebahagiaan personal, sebagai “Tanah Murni” yang mana tidak dapat kita masuki dengan kekuatan kita sendiri, bertolak belakang seperti yang diajarkan oleh Buddhisme yang lebih awal, melainkan melalui menaruh kepercayaan – sebagaimana dalam iman Kristen – pada janji dan kekuatan sang Buddha, Buddha cahaya dan belas kasih (“Amida”). Tak dapat dipungkiri bahwa dalam Buddhisme juga terdapat kesadaran akan realitas yang tertinggi dan terutama, sesuatu yang Absolut; bahwa dalam Buddhisme sendiri terjadi tarik ulur antar sikap religius yang lebih personal dan impersonal.
-----------
Kung, Hans. “Does God Exist, An Answer for Today”. 1980. Doubleday and Company, Inc. Garden City, New York. Section G.I: The God of the non-Christian religions. Page: 594 - 600

Perhatian:

(Hak cipta terjemahan menjadi hak milik Illuminatoz, setiap pemanfaatan terjemahan baik sebagian maupun seluruhnya wajib menyertakan nama “Illuminatoz” dan link URL ke blog illuminatoz, http://workofmydarknezz.blogspot.com demikian pula sumber rujukan kepada Buku Prof. Hans Kung wajib disertakan, Terima kasih sudah menghargai hak cipta)

No comments:

Post a Comment