Kredit: http://wp.lps.org |
"Satu
persatu 'doa'ku dijawab.
Bukannya aku bahagia..
Aku jadi ngeri
karena
tahu ada "harga" untuk sebuah keinginan,
Jin pasti meminta lebih banyak
dari yang pernah ku inginkan",
kata Aladdin duduk melongo
di depan
matanya
hamparan lautan luas tanpa tepi,
mendesah angin menyibak
rambutnya,
mendesau ombak sesekali memericik air
ke wajahnya.
"Ah.., Siapa yang tahu masa depan?
Bahkan Jin sekali pun
Bahkan Jin sekali pun
tak
tahu ke mana angin pergi
atau dari mana ia datang",
"Kalau pun semua
sudah pada masanya,
nikmati saja,
karena yang terpenting hanyalah saat
ini",
"Masa depan adalah saat ini!",
Aladdin sadar dari lamunannya,
mengangkat badannya,
di telapak tangannya
genggaman batu kerikil.
Dia
mengayunkan lengannya,
batu kerikil melesat jauh ke ujung laut,
hilang
ditelan horizon.
Langit semakin senja memerah.
Langit semakin senja memerah.
Lautan jadi
kuning keemasan,
nampak bagai hamparan karpet
menuju ke Babilon,
Gerbang
Para Dewa,
tangga menuju ke alam abadi.
No comments:
Post a Comment